Rumus paten ala pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dalam mengatasi krisis minyak bisa ditebak: penghematan atau pemangkasan subsidi. Tujuan buruknya selalu identik dengan caranya, yaitu: memanfaatkan kepanikan atas naiknya harga minyak dunia, yang dikesankan sebagai beban APBN, sehingga kemudian disolusikan langkah penghematan’. Begitulah pesan yang berhembus sesudah rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Senin (7/3/2011).
Krisis politik di Timur Tengah, khususnya di Mesir dan Libya, telah mengganggu pasokan minyak ke Eropa dan Asia sebanyak 2,4 juta barel per hari melalui Terusan Zues. Sedangkan kemampuan produksi minyak Libya telah menurun dari 1,6 juta barel menjadi 1 juta barel per hari. Kondisi ini memaksa harga beberapa jenis minyak mentah di pasar Asia naik menghampiri US$ 120 per barel. Kepala Badan Energi Internasional (IEA), Fatih Birol, menyebutnya sebagai ‘zona genting’. Tawaran proposal damai Presiden Venezuela Hugo Chaves atas konflik Libya hanya menahan sedikit laju kenaikannya.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyalakan ‘lampu kuning’ untuk mengerem subsidi BBM. Asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) hanya dipatok US$ 80 per barel untuk tahun 2011, dan ketika menembus di atas US$ 100 per barel, maka menurut pemerintah akan ada beban tambahan APBN sebesar 3-6 triliun rupiah per tahun.
Untuk menutup beban inilah Ketua Tim Pengkaji Akademis Dampak Kebijakan Pembatasan BBM, Anggito Abimanyu, menawarkan tiga opsi yaitu: 1) kenaikan harga Rp. 500 per liter tanpa membebankan kenaikan pada angkutan umum, 2) pengurangan 3 juta kiloliter konsumsi BBM dengan cara memindahkan penggunaan premium ke pertamax untuk mobil pribadi, atau; 3) adalah menjatah konsumsi premium dengan melakukan sistem kendali.
SBY bisa dibilang lihai dalam merajut gejolak politik dan ekonomi internasional untuk memuluskan agenda pemotongan subsidi BBM yang sudah direncanakan sejak desember 2010. Ia menggunakan alasan: terjadi peningkatan konsumsi 10 % atau sebesar 38 juta kiloliter per hari.
Opsi Pemerintahan SBY ini benar-benar menipu, sejak dulu, penerimaan minyak mentah Indonesia dipengaruhi ALC (arabian light crude) di pasar Dubai. Indonesia menerima pasokan minyak dari Oman, Qatar, dan terakhir Arab Saudi serta Singapura, sehingga kenaikan harga minyak di New York dan London tidak mencerminkan kenaikan harga minyak indonesia secara langsung. Penerimaan migas Indonesia bahkan untung sekitar Rp 28,05 triliun atau setiap kenaikan US 1 dollar ada tambahan untung sebanyak 2,6 triliun rupiah.
Pengelolaan migas sudah hampir sepenuhnya di bawah kontrol korporasi asing. Semenjak tahun 2005, SPBU asing ikut menikmati keuntungan disektor penjualan. Dengan mempertahankan UU Migas no 22 tahun 2001, ada alasan untuk menggeser monopoli negara dalam penyaluran BBM dan penghapusan subsidi. Terlebih lagi di sektor produksi, perusahaan-perusahaan asing seperti Chonoco Phlips, Caltex, British Petrolium, Shell, Exxon Mobile, Petromas, Petro China, dll, ‘mencuri’ untung dari kontrak murah dan monopoli hasil produksi (lifting). Artinya: kebocoran keuntungan minyak (lifting) dalam skema bagi hasil adalah lebih banyak terangkut keluar negeri, ditambah lagi bahwa dalam perjanjian kontrak Indonesia harus menanggung beban ekspolitasi yang lebih tinggi.
Pilihan menaikkan BBM akan menghasilkan inflasi sebesar 2-3 persen. Sudah bisa dipastikan, harga-harga akan naik, daya beli masyarakat terpukul, dan 29 juta golongan masyarakat hampir miskin jatuh menjadi masyarakat miskin bakal tercipta.
Dengan konsumsi BBM yang terus meningkat, pemerintah sudah seharusnya menambah kapasitas kilang, dan memperbaiki sumur-sumur produksi yang sudah tua, karena produksi minyak mentah indonesia hanya berkisar 900 ribu barel per hari. Bukan hanya dengan mengutak-atik besaran subsidi bahan bakar minyak yang sudah mencapai 95 triliun rupiah. Negara harus memastikan kontrol terhadap sumber-sumber energi, termasuk produksi BBM.
Selengkapnya...
Tolak Kenaikan Harga BBM
Tanpa Menghancurkan Imperialisme, Tidak Ada Kemajuan Bagi Perempuan Indonesia
Sejarah telah menuliskan dengan baik, dan tidak bisa dibantah oleh siapapun, bahwa perempuan Indonesia telah mengambil peranan penting dalam perjuangan pembebasan nasional. Meskipun kebenaran sejarah itu tidak terbantahkan, tetapi nasib kaum perempuan masih tertahan dalam diskriminasi dan kemiskinan.
Kini, setelah 65 tahun sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan dan 101 tahun pasca kaum perempuan memutuskan 8 maret sebagai hari Perempuan, kaum perempuan Indonesia masih bahu-membahu bersama dengan seluruh golongan rakyat Indonesia dalam perjuangan melawan imperialisme.
Tidak gampang jalan bagi kaum perempuan untuk mengangkat harkat dan martabatnya sebagai manusia. Setelah berjuang habis-habisan bersama dengan gerakan rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, sekarang kaum perempuan Indonesia berhadapan dengan model penindasan yang hampir sama: imperialisme.
Kaum perempuan, yang meliputi 70% dari keseluruhan pekerja di Indonesia, adalah sektor paling rentan terhadap politik upah murah dan sistim kerja kontrak. Di desa-desa, dimana kaum perempuan juga pernah mengambil peranan penting dalam proses produksi, kini terpinggirkan dan dipaksa menjadi tenaga kerja murah di kota maupun di luar negeri. Begitulah imperialisme memperlakukan kaum perempaun saat ini.
Bersamaan dengan penindasan itu, kaum perempuan juga menjadi warga negara kelas dua yang terus menerus mendapatkan perlakuan diskriminatif. Rejim politik yang menjadi kaki-tangan imperialisme di Indonesia adalah juga rejim politik yang membiarkan perlakuan diskriminatif itu terus-menerus terjadi.
Dengan demikian, kami secara tegas menyimpulkan: “Tanpa menghancurkan imperialisme, maka tidak ada kemajuan bagi kaum perempuan Indonesia.” Dan karena musuh pokok rakyat Indonesia adalah imperialisme, maka tidak ada alasan sedikitpun untuk memisahkan perjuangan kaum perempuan dari perjuangan seluruh kekuatan-kekuatan nasional Indonesia.
Sehubungan dengan peringatan Hari Perempuan Se-Dunia untuk tahun ini, Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD) menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengajak kaum perempuan Indonesia untuk menjadi bagian yang aktif dalam pembangunan front anti-imperialisme seluas-luasnya.
2. Mengajak kaum perempuan untuk mengambil peranan aktif dalam gerakan politik, baik di level terendah maupun di nasional. Kaum perempuan juga harus mengorganisir diri dan bergabung dalam partai-partai politik progressif dan berhaluan anti-imperialis.
Demikian statemen ini kami buat. Selamat Hari Perempuan Se-Dunia. Maju terus kaum perempuan Indonesia dan seluruh dunia.
Medan, 8 Maret 2011
Komite Pimpinan Wilayah
Partai Rakyat Demokratik (PRD) Sumatera Utara
Randy Syahrizal
Ketua
Sofyan Sauri
Sekretaris
Selengkapnya...
Search
Pengunjung
Kategori
- Berdikari (14)
- Internasional (4)
- Kabar Juang (3)
- Kabar Rakyat (4)
- Organisasi (1)
- Politik (8)
- sastra (1)
- Soekarnoisme (6)
- Statement (5)
- Tokoh (4)
Jaringan
Mengenai Saya
- Randy Syahrizal
- mempunyai minat menulis sejak kuliah di Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra USU tahun 2003. Pernah menulis di beberapa media lokal (Sumatera Utara) dan Media Online Nasional. Blog pribadi saya : http://ceritadarimedan.blogspot.com