Ho Chi Minh
Berikut ini adalah bahan kuliah Professor Sakurai Yumio, Department of Asian History, the University of Tokyo, tentang Ho Chin Minh, pahlawan revolusi sosialis di Vietnam. Artikel ini diterjemahkan oleh Tri Ramidjo pada 27 Juli 1988. Bung Tri mendengar langsung Prof Sakurai berbicara, dan kemudian mengetiknya.
——————————–
Kami memuat kembali bahan kuliah ini untuk kepentingan pendidikan dan pengetahuan sejarah. Semoga generasi-generasi sekarang bisa mengambil pelajaran penting dari gerakan ini.
———————-
Partai Komunis Viet Nam (PKV), yang sejak berdirinya sudah mempunyai sejarah selama 58 tahun, sampai sekarang ini belum pernah tercatat tentang adanya terrorisme di dalam Partainya sendiri, walaupun di Viet Nam terjadi terrorisme kekejaman Perancis. Partai Komunis Vietnam belum pernah menterror atau membunuh anggota Partainya sendiri.
Sejarah PKV ini berbeda dengan sejarah PKUS (Partai Komunis Uni Soviet) dalam zamannya Stalin atau PKC (Partai Komunis Cina) dalam zaman revolusi kebudayaan.
Setiap tahun sebagian besar murid-murid Ho Chi Minh yang masih menjadi pemimpin-pemimpin tua selalu tidak pernah absen untuk ikut serta menghadiri peringatan ulang tahun kemerdekaan (2 SEPTEMBER 1945).
Tradisi seperti ini sudah dibuat sejak Ho Chi Minh. Semua orang Viet Nam mengetahui, bahwa Ho Chi Minh tidak suka melihat darah. Dengan membaca surat-surat dari Ho Chi Minh, kita akan mengerti bahwa Ho Chi Minh sangat keras membenci pelaksanaan kekerasan dan pembunuhan.
Tetapi perjuangan politik adalah perjuangan untuk merebut kekuasaan.
Dengan begitu, bagaimanapun juga, Ho Chi Minh tidak bisa terbebas dari Machiavelisme, seperti pada waktu orang-orang barat mengkritik atau mencela Ho Chi Minh tentang tindakannya (dan orang-orang barat sering mengutip) peristiwa pembunuhan atas Ta Thu Tau pada tahun 1945.
Ta Thu Tau adalah pemimpin Partai berhaluan Trotskisme di daerah selatan Vietnam antara tahun 1935 – 1939. Pada masa itu, partai ini (Partainya Ta Thu Tau) berada dalam keadaan lebih kuat daripada PKV pertama di Saigon .
Sejak Jepang menyerah kalah dalam perang pada bulan Agustus 1945 di daerah selatan Vietnam, kekuatan partai trotskisme ini hidup kembali dan berjuang bersama-sama dengan PKV. Pemimpin PKV di Saigon, Tran Van Giau, ingin menterror Ta Thu Tau. Tetapi Ho Chi Minh tidak memperbolehkan (tidak mengizinkan).
Akhirnya, Tran Van Giau mengirim surat laporan yang mengatakan, “kalau masih ada Ta Thu Tau, maka mungkin sekali PKV akan dikalahkan di selatan. Ho Chi Minh harus memilih antara dua pilihan untuk memimpin revolusi di selatan: memilih Ta Thu Tau atau Tran Van Giau. Ho Chi Minh terpaksa memberikan izin untuk menangkap dan mengeksekusi Ta Thu Tau pada bulan September tahun 1945.
Pada bulan Juli tahun 1946, ketika Ho Chi Minh berkunjung ke Perancis untuk menghadiri konferensi tentang kemerdekaan Vietnam, seorang wartawan terkenal bernama Daniel Gueren mengkritik tentang eksekusi Ta Thu Tau.
Kemudian Daniel Gueren menulis dalam artikelnya bagaimana Ho Chi Minh dengan mimik dan perasaan yang jujur menjelaskan kejadian yang sesungguhnya: “Ta Thu Tau adalah seorang nasionalis yang besar, Saya tahu. Saya menangis untuknya.”
Tetapi kemudian Ho Chi Minh mengatakan dengan tegas : “Tetapi kalau ada orang yang tidak mau mengikuti jejak saya, saya harus mengganyangnya”.
Semua orang barat yang mengkritik Ho Chi Minh kemudian menyimpulkan, bahwa Ho Chi Minh mempunyai perasaan yang halus dan baik untuk orang lain dan juga mempunyai ketegasan.
Tetapi, saya kira tidak ada seorang pun orang Vietnam yang menghendaki atau menginginkan pemimpin mereka, Ho Chi Minh, untuk menangis. Karena, bagi orang Vietnam, Ho Chi Minh dianggap sebagai ayah-ibu atau orang tua mereka.
Seperti apa yang ditulis oleh Truong Nhu Tan “orang kapal” (pengungsi Vietnam) dan apa yang dikatakan oleh pengarang buku “Vietnam Memoir”: “Kalau Ho Chi Minh masih hidup, tidak akan ada Orang Kapal atau Pengungsi Vietnam”.
Apa yang dikatakan Truonh Nhu Tan ini seperti kata-kata seorang anak yang telah kehilangan Ayah-Ibunya. Karakter pemimpin Ho Chi Minh ini adalah seperti perasaan hati orang tua terhadap anaknya. Tetapi perasaan-hati orang tua seperti Ho Chi Minh ini bukanlah perasaan orang tua yang mencintai bangsa Asia saja, tetapi mencintai bangsa-bangsa di seluruh dunia. Ho Chi Minh banyak menulis surat kepada orang-orang Vietnam , orang barat dan banyak lagi yang lain.
Diantara surat-suratnya yang sangat menarik adalah suratnya tanggal 23 November 1946.Ketika itu tentara Perancis sedang menghujani bom pelabuhan kota Hai Phong. Sepuluh ribu orang menjadi korban pengeboman itu dan semuanya adalah orang Vietnam.
Ketika itulah Ho Chi Minh menulis surat kepada saudara-saudaranya orang Vietnam dan saudara-saudaranya orang Perancis serta saudara-sadaranya orang-orang di seluruh dunia. Isi surat itu antara lain :
“Seluruh Rakyat Vietnam bertekad untuk mematuhi seruan Pemerintah Vietnam dan bersama-sama dengan Rakyat Perancis untuk menciptakan perdamaian. Sekarang ini saya menerima laporan dari pasukan Vietnam, bahwa dengan adanya peperangan antara dua negeri banyak darah tertumpah di Hai Phong. Hal ini disebabkan karena sebagian kecil orang Perancis salah mengerti (salah pengertian) mengenai perasaan-hati orang Vietnam dan mengira bahwa orang Vietnam tidak mau mentaati orang Perancis. Saya kira dengan perasaan dan semangat yang dicetuskan oleh revolusi Perancis, darah orang Perancis dan orang Vietnam adalah sama-sama merahnya. Orang Perancis dan orang Vietnam adalah sama-sama manusia.
Letak tanah Perancis adalah sangat jauh dari Vietnam berpuluh-puluh-ribu kilometer jaraknya. Vietnam yang merdeka tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadap Perancis yang begitu jauh.
Kenapa (mengapa) orang Perancis mau menghancurkan kemerdekaan dan persatuan Vietnam? Orang Vietnam akan menerima dengan senang hati kedatangan orang Perancis di bumi Vietnam dan bekerja di Vietnam.
Pemerintah Vietnam akan melindungi orang Perancis di Vietnam, melindungi keuntungannya, melindungi harta bendanya dan melindungi kebudayaannya.
Jadi pemerintah Perancis harus mengakui pemerintah Vietnam .
Pemerintah Vietnam dan Rakyat Vietnam berjanji kepada Rakyat Perancis.
Saya sebagai pemimpin pemerintahan Vietnam sekarang memerintahkan kepada seluruh Rakyat Vietnam untuk tidak memerangi Rakyat Perancis dan karena itu juga Rakyat Perancis janganlah hendaknya memerangi Rakyat Vietnam .
Sekarang tanah air Vietnam menjadi merah karena mengalirnya darah Rakyat Vietnam dan Rakyat Perancis. Saya tidak ingin menjadi lebih memerah lagi.
Kenapa darah pemuda-pemuda Perancis harus memerahi tanah-tanah, gunung-gunung dan sungai-sungai di Vietnam?
Seluruh pemuda mempunyai hari-depan. Pemuda-pemuda Perancis dan pemuda-pemuda Vietnam bisa bergandengan tangan dan harus erat berjabatan tangan. Seluruh pemuda kedua bangsa ini harus menciptakan kebahagiaan untuk kedua bangsa. Saya dan seluruh Rakyat Vietnam menginginkan itu.
Saya ingin seluruh Rakyat Perancis dan Rakyat-Rakyat seluruh dunia mau mengerti isi-hati Rakyat Vietnam.”
- – - – - – - – - – - – -
Ketika Ho Chi Minh menulis surat itu, banyak Rakyat Vietnam yang mati.
Saya kira, Stalin– juga Mao Tse Tung dan pemimpin-pemimpin dunia lainnya, tidak akan bisa menulis surat seperti itu. Surat tersebut adalah seperti surat seorang ayah-dunia yang ditujukan kepada anak-anak dunia.
Saya kira surat seperti ini hanya bisa ditulis oleh orang-orang angkatan (generasi) duapuluhan.
Seperti juga Nehru yang tinggal di Inggris, Ho Chi Minh tinggal di Perancis antara tahun-tahun 1917 – 1924.
Kawan lama Ho Chi Minh pernah menulis pada waktu itu, bahwa Ho Chi Minh banyak membaca buku-buku tulisan Tolstoy, Anatole France, Emile Zola, Roman Rolland dan lain-lain serta bergaul dengan orang-orang yang beraliran anarkis.
Biasanya orang-orang dari negeri barat sering membandingkan Ho Chi Minh dengan pemimpin India, Mahatma Gandhi. Kedua pemimpin itu isi surat-suratnya hampir sama.
Tentu saja angkatan (generasi) Ho Chi Minh dengan angkatan (generasi) Gandhi tidak sama.
Ho Chi Minh lahir pada tahun 1890, sedangkan Gandhi dilahirkan pada tahun 1869. Dan Gandhi adalah anak keturunan aristokrat dan bahkan sudah menjadi Sarjana Hukum pada usia dua-puluh-tahun di Inggris. Sementara Ho Chi Minh harus bekerja keras sebagai jongos (kelasi-kapal) pada tahun-tahun 1920–1923.
Sekalipun kedua orang itu mempunyai perbedaan yang besar, tetapi potret keduanya ketika tinggal di negeri barat sangat mirip. Walaupun keduanya (kedua orang itu) berpakaian cara barat, tetapi mereka bersikap ketimuran dalam potretnya. Mereka ingin menjadi seperti orang barat, tetapi tidak bisa.
(Contoh: Orang barat dalam potretnya menunjukkan kegagahannya dan menyombongkan diri, tetapi Ho Chi Minh atau Gandhi dalam potretnya walaupun berpakaian barat tidak kelihatan kegagahan dan kesombongannya. Seperti orang Jawa sikapnya selalu “ngapurancang”.)
Waktu Gandhi mempelajari ilmu hukum di Inggris, beliau pertama-tama menjadi sadar dan mengetahui bahwa kebudayaan India adalah kebudayaan yang baik.
Ho Chi Minh juga demikian dan pernah menulis sebagai berikut : “Perancis ingin membuat Rakyat Vietnam menjadi manusia-manusia yang tidak berpendirian (tidak berkepribadian)–tidak menjadi orang Perancis dan tidak menjadi orang Vietnam. Semua orang tentu tidak ingin menjadi begitu. Anda harus memilih menjadi orang Vietnam atau menjadi orang Perancis.”
Saya kira Gandhi dan Ho Chi Minh sudah cukup mengetahui betapa baiknya kebudayaan barat. Jadi mereka juga cukup mengenal dan mengetahui tentang kebaikan (betapa bagusnya) kebudayaan bangsanya sendiri.
Waktu saya tinggal di Perancis, teman saya di Perancis memperkenalkan kepada saya lima buah dokumen tentang mahasiswa Vietnam di zaman yang lalu.
Lima dokumen itu masih tersimpan baik di Pusat Arsip Nasional Perancis. Dan lima dokumen itu adalah dokumen tahun 1911.
Seorang pemuda namanya Nguyen Tat Tanh mengirimkan sepucuk surat kepada Presiden Perancis waktu itu yang isinya minta izin untuk belajar di sekolah Pamong-Praja (sekolah yang mendidik untuk bisa menjadi pegawai pemerintah kolonial Perancis) dan pemuda itu minta untuk bisa mendapatkan bea-siswa (scholarship).
Tetapi Presiden Perancis ketika itu menolak permohonan pemuda itu, karena tidak ada rekomendasi dari pemerintah kolonial Indo-China-Perancis. Dari dokumen ini nyatalah, bahwa pemuda Nguyen Tat Tanh berkeinginan untuk menjadi pamong-praja. (pegawai pemerintah kolonial Perancis),
Nguyen Tat Tanh adalah nama asli Ho Chi Minh.
Alamat Nguyen Tat Tanh dalam suratnya itu adalah nama kapal TELEVILLE,
Dalam otobiografinya Ho Chi Minh dalam tahun-tahun itu menyebutkan, bahwa beliau bekerja di kapal itu. Jadi Nguyen Tat Tanh tidak dapat disangsikan lagi adalah Ho Chi Minh.
Kalau pada waktu Ho Chi Minh ingin menjadi pegawai pamong-praja, hal itu sangatlah wajar.
Karena pemuda miskin Vietnam pada waktu itu ingin belajar pengetahuan Perancis dan itu adalah hanya jalan satu-satunya.
Otobiografi Ho Chi Minh yang ditulis resmi oleh PKV juga menyatakan bahwa kepergian Ho Chi Minh ke luar negeri adalah untuk mempelajari kebenaran dan kebijaksanaan. Saya kira, bagi Ho Chi Minh, kebenaran dan kebijaksanaan itu adalah kebudayaan Perancis.
Sejak pemerintah kolonial Perancis menolak suratnya, Ho Chi Minh terpaksa harus bekerja sebagai jongos-kelasi-kapal, sebagai kuli pembersih salju di musim dingin dan juga sebagai pelukis potret (melukis dan mentusir foto-foto).
Kadang-kadang Ho Chi Minh tidak bisa mendapatkan makanan untuk dimakan karena tidak mempunyai uang dan terpaksa tidur dipinggir-pinggir jalan. Tetapi surat-surat Ho Chi Minh pada waktu itu tidak pernah mencela atau mengkritik tindakan pemerintah Perancis.
Misalnya, dalam salah satu suratnya yang ditulis pada tahun 1914, yang ditujukan kepada seorang nasionalis terkenal Vietnam, Ho Chi Minh menulis dan menyatakan dalam suratnya itu bahwa beliau (Ho Chi Minh) ingin belajar bahasa Perancis dan bahasa Inggris saja.
Tetapi Ho Chi Minh mungkin belajar dari masyarakat miskin Perancis.
Pertama : bahwa di Perancis juga ada klas-kaum-miskin. Klas miskin Perancis itu sendiri bisa menjadi kawan sejati Rakyat Vietnam .
Ini adalah sosialisme – internasional Ho Chi Minh.
Kedua : Ho Chi Minh berfikir, karena kejujuran orang menjadi miskin. Jadi sampai akhir hidupnya (sampai meninggal), Ho Chi Minh tidak suka kemewahan. Sampai akhir hidupnya Ho Chi Minh hanya memiliki (mempunyai) dua helai pakaian terbuat dari katun.
Sekarang ini di Vietnam banyak terdapat buku-buku sejarah untuk diajarkan di sekolah-sekolah. Sebagian besar isi buku sejarah itu adalah sejarah tentang kemiskinan Ho Chi Minh. Tentang kepahlawanannya hanya ditulis sedikit saja.
Kalau membaca sejarah itu, saya bisa mengerti bahwa Ho Chi Minh menentang kemewahan. Beliau bersikap seperti pendeta, pastor atau biksu.
Pada tahun 1945, sesudah Vietnam merdeka, di negeri itu tidak ada makanan, karena makanan yang ada sudah dihabiskan oleh tentara Jepang.
Ho Chi Minh, yang baru saja menjadi Presiden, menyerukan kepada seluruh Rakyat Vietnam: “Saudara-saudara, sejak bulan Januari sampai dengan bulan Juli tahun ini, sudah 2,000,000 (dua juta) Rakyat Vietnam yang meninggal akibat kelaparan karena tidak ada makanan. Sekarang ini negeri kita dilanda air-bah (banjir) dan keadaan kekurangan makanan bertambah buruk. Waktu saya akan mengangkat piring nasi untuk makan, saya teringat kepada Rakyat yang kelaparan dan saya tidak bisa makan.
Jadi, saya ingin supaya orang-orang yang masih bisa makan setiap harinya, dalam sepuluh hari satu kali ( 10 hari sekali) mau memyisihkan bagian satu kali makan untuk diberikan kepada Rakyat (orang-orang) yang miskin, yang tidak bisa mendapatkan makanan. Saya juga akan melakukan hal itu. Dengan begitu orang yang miskin bisa melanjutkan hidupnya sampai musim panen nanti”.
Saya kira, hanya orang yang pernah merasakan lapar saja yang bisa membuat (membikin) seruan seperti ini. Saya belum pernah melihat pemimpin-pemimpin dunia yang lain yang menyerukan kepada Rakyatnya seruan seperti ini.
Kalau pun ada, mungkin hanya dua orang saja, yaitu Tolstoy dan Gandhi.
Bersambung->
under:
Tokoh
Search
Pengunjung
Kategori
- Berdikari (14)
- Internasional (4)
- Kabar Juang (3)
- Kabar Rakyat (4)
- Organisasi (1)
- Politik (8)
- sastra (1)
- Soekarnoisme (6)
- Statement (5)
- Tokoh (4)
Jaringan
Mengenai Saya
- Randy Syahrizal
- mempunyai minat menulis sejak kuliah di Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra USU tahun 2003. Pernah menulis di beberapa media lokal (Sumatera Utara) dan Media Online Nasional. Blog pribadi saya : http://ceritadarimedan.blogspot.com
Followers
Blog Archive
-
▼
2011
(24)
-
▼
November
(8)
- Memajukan Gerakan Pasal 33 UUD 1945 dalam Memimpin...
- Puluhan Aktivis Serukan Gerakan Pasal 33 Di Samarinda
- Amandemen UUD 1945 Harus Melalui Referendum!
- Nasionalisme Kita dan Persoalan Papua
- Mana Cetak BIru Industrialisasi Nasional Kita ?
- Kenapa Modal Asing di Persoalkan..?
- Ho Chi MinhBerikut ini adalah bahan kuliah Profess...
- Mimpi Negara Kesejahteraan
-
▼
November
(8)
0 Comments Received
Leave A Reply