Kita
baru saja menginjak tahun 2014. Di tahun ini ada momentum politik
besar, yakni Pemilihan Umum (Pemilu). Yang menarik, momentum pemilu ini
berpapasan dengan berbagai persoalan ekonomi, politik, dan sosial-budaya
yang menimpa bangsa ini.
Nah, pada tanggal 2 Januari lalu, Pemimpin Redaksi Berdikari Online,
Rudi Hartono, mewancarai Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD),
Agus Jabo Priyono, seputar pembacaannya terhadap persoalan yang dialami
oleh bangsa Indonesia saat ini dan hubungannya dengan pemilu 2014.
Berikut petikan wawancaranya:
Selamat malam Bung. Kami dari redaksi mau mewawancarai Bung
terkait pembacaan PRD mengenai situasi saat ini dan jalan keluar yang
akan ditawarkan oleh PRD. Menurut Bung, apa yang menjadi persoalan pokok
bangsa saat ini secara ekonomi, politik, dan kebudayaan?
Sekarang ini bangsa kita sedang mengalami persoalan besar: cita-cita
masyarakat adil dan makmur setelah 68 tahun kita memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia sampai sekarang belum terwujud. Jadi, Bangsa
Indonesia sekarang ini menghadapi persoalan kesejahteraan. Persoalan ini
muncul karena tiga hal. Pertama, karena sumber daya alam yang
mestinya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat itu sekarang
dikuasai oleh pemodal asing. Kedua, setelah 68 tahun merdeka, kita tidak sanggup membangun industri nasional yang tangguh dan berdikari. Ketiga,
untuk membangun masyarakat, membangun bangsa, serta membiayai kebutuhan
Negara, pemerintah sekarang ini tergantung kepada utang luar negeri.
Itulah yang membuat kita mengalami persoalan kesejahteraan. Kenapa kita
tidak sanggup membangun Industri nasional? Mengapa kita tidak sanggup
mengelola sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat? Mengapa kita selalu
tergantung kepada hutang? Karena negara kita sedang mengalami tiga
krisis sekaligus, yakni: pertama, krisis kepemimpinan nasional; kedua,
krisis kedaulatan nasional; dan ketiga, krisis konstitusional.
Sekarang ini negara kita hanya semata-mata dijadikan alat untuk
melindungi kepentingan modal asing. Padahal, negara mestinya digunakan
untuk alat perjuangan rakyat dalam menegakkan kedaulatan, membangun
kemandirian, membangun karakter bangsa kita supaya kita punya
kepribadian.
Yang menarik, tadi Bung menyebut soal krisis konstitusi. Mungkin
bisa dielaborasi seperti apa krisis konstitusi yang terjadi sekarang
ini?
Baiklah. Kita harus kembali membuka apa yang menjadi cita-cita
nasional bangsa kita, yaitu melepaskan diri dari imperialisme dan
kolonialisme. Untuk melepaskan diri dari penjajahan tersebut, kita
harus menegakkan kedaulatan, membangun kemandirian, membangung
kepribadian, sebagai prasyarat menuju masyarakat adil dan makmur lahir
dan batin. Itulah yang menjadi cita-cita nasional kita. Dasar dari
cita-cita nasional kita adalah filosofi bangsa, yaitu Pancasila.
Cita-cita nasional bangsa kita yang menjadi tujuan dari Proklamasi itu
sudah termaktub dalam UUD 1945. Jadi proklamasi 17 Agustus 1945 tidak
bisa dipisahkan dengan pembukaan UUD 1945. Karena dalam pembukaan UUD
tersebut sudah menjelaskan secara tegas bagaimana arah dan cita-cita
kolektif kita berbangsa dan bernegara. Namun, sekarang ini kita
berhadapan dengan persoalan kesejahteraan dan krisis di segala bidang
karena konstitusi yang seharusnya menjadi landasan berbangsa dan
bernegara itu sudah diubah sedemikian rupa untuk memberikan ruang
seluas-luasnya bagi kembalinya modal asing untuk menjajah bangsa kita.
Terkait krisis konstitusi ini atau penghianatan terhadap
konstitusi ini, apakah ada hubungannya dengan kepemimpinan nasional
sekarang ini atau misalnya dengan partai politik yang ada di parlemen
saat ini?
Krisis konstitusi harus dipahami sebagai hasil dari keputusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (1999-2002). Jadi, pasca Pemilu 1999, partai
politik yang ada di parlemen mengubah UUD 1945 tanpa memahami
landasan-landasan yang mestinya dijadikan sebagai isian UUD 1945 itu.
Jadi, ada masalah dengan partai politik. Bisa kita simpulkan, bahwa
partai-partai politik kita di parlemen ini tidak memiliki garis
perjuangan dan garis ideologi. Juga, partai politik sekarang ini hanya
menjadi suatu kendaraan politik bagi elit-elit politik untuk menuju
kekuasaan, baik di legislatif maupun eksekutif.
Partai politik sudah tidak lagi menjadi alat perjuangan rakyat, alat
perjuangan bangsa. Ironisnya lagi, partai politik ini tidak memahami
persoalan-persoalan bangsa kita. Partai politik sekarang ini tidak mampu
memberikan solusi atas persoalan-persoalan bangsa ini. Ini adalah
situasi yang sangat berbahaya. Karena dalam sistem demokrasi, partai
politik menjadi satu tonggak atau satu pilar untuk mengokohkan sistem
demokrasi dan sekaligus alat seleksi calon-calon pemimpin kita. Nah,
kalau partai politik tidak berisi kekuatan-kekuatan atau elemen-elemen
yang memiliki visi ideal mengenai bangsa, berarti secara langsung atau
tidak langsung, sadar atau tidak sadar, bangsa ini sudah mengarah ke
keruntuhan.
Soal partai Politik ini, kira-kira ketika dihubungkan dengan
pemilu 2014 yang tinggal beberapa bulan ini, seperti apa PRD melihat
harapan perubahan bagi rakyat di Pemilu nanti. Apakah partai politik
masih memungkinkan untuk memainkan peran memberikan solusi terhadap
krisis kesejahteraan yang bung sebutkan tadi atau seperti apa?
Sejak pemilu tahun 1999 sampai Pemilu tahun 2009 sebenarnya tidak ada
perubahan kualitatif sebagai hasil perjuangan masing-masing partai
politik peserta pemilu. Partai Politik yang kemudian menempatkan
wakilnya di DPR justru meligitimasi modal asing dalam menguasai SDA
kita. Memang kemudian, kita harus menarik kebelakang, kenapa
partai-partai politik memiliki kualitas seperti itu? Penyebabnya, selama
32 tahun Orde Baru berkuasa, rakyat Indonesia sangat dikekang ruanganya
untuk berpolitik. Malahan Orde Baru menerapkan politik massa mengambang
(floating mass), dimana rakyat dibatasi aktivitas politiknya, tetapi di
sisi lain, kalau mau mengekspresikan sikap politiknya, dipaksa
menyalurkan melalui partai-partai politik atau organisasi-organisasi
yang sudah disediakan oleh Orde Baru.
Begitu Orde Baru tumbang, partai politik hasil reformasi membangun
kekuatannya dari massa mengambang tadi. Tanpa upaya pendidikan atau
kaderisasi politik secara massif. Semangat perubahan dari rakyat ditahun
1998 itu ditampung atau dikandangkan oleh partai politik berbasis massa
mengambang ini. Dan mereka sangat kompromis dengan kekuatan modal
asing.
Kita harus memahami, bahwa gerakan rakyat dalam perjuangan reformasi
1998 itu juga ditunggangi oleh kekuatan-kekuatan imperialis. Hasil
reformasi 1998 pun dibajak oleh kekuatan imperialis. Hasilnya, sidang
MPR yang membahas amandemen UUD 1945 itu, yang juga mendapat tekanan
dari kekuatan pro-reformasi, sudah disponsori sedemikian rupa oleh
lembaga asing, misalnya USAID.
Itu sudah sangat jelas. Arah reformasi kemudian, yang telah
dikendalikan oleh kekuatan imperialis itu, telah mengubah haluan Negara
kita. Dan, harus diakui, bahwa partai politik punya andil dalam
membiarkan proses itu.
Berbasiskan hal itu, saya kira pemilu 2014 itu tidak akan
menghasilkan perubahan apapun. Di sisi lain, telah terjadi penurunan
partisipasi rakyat dalam pemilu. Penurunan partisipasi pemilu itu, atau
sering disebut golongan putih (golput), harus dipahami sebagai bentuk
meningkatnya ketidakpercayaan rakyat Indonesia terhadap elit politik dan
politisi. Sampai pemilu 2009, hampir 30% masyarakat tidak menggunakan
hak pilihnya untuk memilih partai politik dan untuk memilih wakil-wakil
mereka ataupun memilih calon presiden. Padahal, kita sangat tahu, pada
Pemilu tahun 1999, tingkat partisipasi politik masyarakat untuk datang
ke TPS sangat besar sekali.
Jadi, melihat perkembangan ini, saya kira pemilu 2014 tidak akan
mampu menyelesaikan persoalan bangsa kita. Dan artinya, pemilu 2014
tidak akan menyelesaikan persoalan kesejahteraan yang dihadapi rakyat
Indonesia.
Tadi Bung mengatakan bahwa rakyat sudah tidak percaya lagi partai
politik maupun elit politik. Sekarang ini orang cenderung beralih ke
tokoh. Jadi, orang lebih melihat tokoh, bukan lagi partai politik. Nah,
kira-kira ketika melihat nama-nama calon Presiden yang muncul menjelang
Pemilu 2014 ini, apakah PRD melihat dari sekian banyak nama yang muncul
ini bisa memberikan harapan adanya penyelesaian terhadap persoalan
bangsa?
Memang dalam demokrasi liberal sekarang ini terjadi pergeseran. Kalau
dulu orang percaya partai politik sebagai alat untuk menjadikan
perubahan, sekarang kecenderungannya menyandarkan kepada figure atau
tokoh untuk mengharapkan perubahan. Saya kira, ini adalah pergeseran
yang tidak baik secara politik.
Bagi saya, seorang pemimpin itu seharusnya bukan dilahirkan dari
proses pencitraan ataupun iklan. Tetapi pemimpin seharusnya lahir
sebagai hasil perjuangan atau pertarungan politik. Pertarungan apa itu?
Ya, pertarungan politik di dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dihadapi oleh bangsa. Tadi sudah saya katakan, bahwa persoalan bangsa
kita sekarang ini adalah masalah kesejahteraan. Kenapa masyarakat kita
tidak sejahtera? Karena kehidupan bangsa kita secara ekonomi dan politik
dikuasai oleh imperialisme.
Calon pemimpin, atau siapapun nantinya yang akan menjadi Presiden,
mestinya memahami akar persoalan ini dan siap bersama rakyat didalam
mengusir dominasi modal asing di dalam negeri ini, guna mengembalikan
kedaulatan, kemandirian, kepribadian, dan jati diri bangsa kita sesuai
cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Sekarang ini kecenderungan
tersebut tidak muncul. Tokoh-tokoh yang akan bertarung di pemilu 2014,
baik itu di pemilu legislatif maupun di pemilu presiden, tidak
menjadikan arena politik itu sebagai arena kampanye politik untuk
mengajak rakyat kita untuk bersama-sama berjuang melawan imperialisme.
Jadi, semestinya karena memperjuangkan rakyat, seorang tokoh atau partai
dipilih atau dipercaya oleh rakyat. Tetapi yang terjadi sebaliknya,
tokoh-tokoh politik itu ataupun partai-partai politik yang ada itu
justru menggunakan cara-cara yang merusak demokrasi itu sendiri, juga
merusak jati diri bangsa, yakni politik uang dan memanipulasi suara
rakyat.
Jadi, masyarakat harus melihat tokoh yang pantas dipilih karena dua
hal: pertama, harus siap berjuang bersama rakyat; dan kedua, harus
melihat apa yang tokoh itu perjuangkan. Masalahnya, saat ini tidak ada
satu tokoh pun yang secara terbuka berani memperjuangkan
persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat dan menjelaskan jalan keluar
yang seharusnya dilakukan oleh bangsa Indonesia supaya kita kemudian
keluar dari persoalan tersebut.
Untuk itu, PRD mengajak tokoh-tokoh yang masih punya komitmen untuk
kemajuan bangsa dan mau maju dalam pemilihan Presiden 2014 agar
menunjukkan apa yang menjadi program perjuangannya dan menunjukkan
sikapnya terhadap dominasi modal asing saat ini. Nah, itulah yang harus
mereka tunjukkan.
Berarti dari segi programatik belum ada capres yang benar-benar
memunculkan sebuah program atau solusi yang bisa menjawab persoalan
bangsa. Kira-kira menurut versi PRD sendiri, apa jalan keluar yang coba
ditawarkan sebagai solusi atas segala persoalan bangsa ini?
Jadi, program perjuangan PRD sekarang ini sangat jelas dan tegas
menyatakan, bahwa akar persoalan bangsa kita saat ini adalah
Imperialisme atau neokolonialisme. Untuk membangun masyarakat Indonesia
adil dan makmur, secara lahir dan batin, mau tidak mau kita harus
menyingkirkan kekuatan-kekuatan imperialis tersebut. Sumber daya alam
harus dikelola oleh anak bangsa ini untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, bukan untuk modal asing yang hanya mencari keuntungan semata.
Jadi, program mendesak PRD untuk membangun masyarakat adil dan makmur
adalah mengusir Imperialisme sebagai basis membangun Negara merdeka,
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Kita juga harus membangun
karakter bangsa kita, yaitu masyarakat yang berjuang dan
bergotong-royong, dan bukan masyarakat yang individualis yang merupakan
produk dari sistem demokrasi liberal.
Saya tegaskan, PRD tidak anti terhadap modal asing. Tetapi kami
menentang modal asing yang berkarakter imperialistik, yang hanya mau
mengeksploitasi dan menjarah kekayaan alam bangsa kita. Kalau modal
asing mau masuk, mereka harus menghormati kedaulatan dan martabat bangsa
kita. Mereka juga harus tunduk pada kehendak kita, misalnya mau diatur
dimana mereka mengusahakan kapitalnya, di sektor apa, dan berapa lama.
Jadi melihat situasi sekarang ini, kalau kita mengacu ke ajaran Bung
karno, tahapan perjuangan kita saat ini adalah tahapan perjuangan
nasional-demokratis. Perjuangan nasional itu bermakna membebaskan bangsa
kita dari cengkeraman imperialisme, sementara perjuangan demokratisnya
bermakna meninggalkan sisa-sia feudal. Inilah tahapan kita menuju
masyarakat adil dan makmur, aman dan sentosa, lahir dan batin, atau
sering dikatakan sebagai Sosialisme Indonesia.
Tadi bung mengatakan bahwa pokok perjuangan sekarang ini adalah
mengusir imperialisme, dan ada strategi yang ditempuh adalah revolusi
Nasional Demokratis. Apa alat perjuangan untuk mencapai cita-cita ini?
Jadi begini. Saya kira, kekuatan politik manapun yang akan berjuang untuk perubahan itu harus punya lima hal. Pertama,
memahami akar persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
Lalu, mendefenisikan siapa musuh pokok yang selama ini merintangi
cita-cita masyarakat adil dan makmur. Kedua, kekuatan politik
yang berjuang untuk perubahan itu tidak bisa menyandarkan tanggung jawab
perubahan itu hanya kepada figur-figur atau elit-elit politik.
Perubahan itu harus disandarkan kepada rakyat. Sebab, yang paling punya
kepentingan terhadap perubahan bangsa ini adalah rakyat itu sendiri.
Jadi perubahan harus melibatkan rakyat Indonesia. Ketiga, jalan
perubahan yang harus dilakukan adalah membongkar akar dari persoalan
bangsa saat ini, yakni penjajahan atau imperialisme. Ingat, imperialism
saat ini sudah menggunakan sistem politik kita sebagai instrument
mereka untuk melindungi modalnya.
Maka, system politik ini pun harus
dibongkar. Keempat, kekuatan yang menghendaki perubahan harus memunculkan program apa yang akan diperjuangkan. Kelima,
kekuatan perubahan harus menyadari bahwa perubahan itu membutuhkan
tahap-tahap. Karena tahapan kita sekarang ini adalah berjuang untuk
membongkar kekuatan-kekuatan imperialisme yang menyengsarakan rakyat
Indonesia, maka tugas kita adalah menyatukan seluruh kekuatan
anti-imperialisme atau yang dikorbankan oleh imperialisme dalam sebuah
persatuan nasional.
Kita harus mengkonsentrasikan semua kekuatan-kekuatan nasional kita.
Maka PRD terus-menerus dan tidak bosan-bosannya mengajak
kekuatan-kekuatan politik nasional, bahkan mengajak seluruh komponen
bangsa ini, untuk bersatu melawan imperialisme. Tanpa mengkonsentrasikan
kekuatan dalam persatuan nasional, kita akan kesulitan melawan
imperialis itu. Jadi, persatuan nasional adalah syarat mutlak sekaligus
satu-satunya alat untuk mengusir imperialisme dari bumi pertiwi.
Tanpa
kita mengusir imperialisme itu, maka masyarakat baru Indonesia yang
dicita-citakan oleh para pediri bangsa kita itu tidak akan tercapai.
Maka, agar pemilu 2014 itu menjadi momentum bagi bangsa Indonesia
untuk menyelesaikan persoalan, maka PRD menyerukan kepada semua kekuatan
politk, bahkan semua partai politik yang mempunyai platform untuk
membebaskan bangsa ini dari imperialisme, harus bersatu dan
mendeklarasikan persatuan itu di depan rakyat serta sekaligus
mendeklarasikan apa yang menjadi program-program perjuangan kedepan.
Tanpa persatuan nasional semacam itu, kami katakana bahwa pemilu 2014
hanya akan menjadi alat legitimasi baru para pendukung kekuatan
imperialisme atau kaum komprador/kolaborator untuk mengkonsolidasikan
kekuatannya dalam melindungi kepentingan kapital mereka di dalam negeri.
Berarti, situasi kedepan ini sangat menentukan. Semua kekuatan
politik harus menyadari, jika pemilu 2014 tidak bisa menyelesaikan
persoalan bangsa, maka pemilu 2014 tidak ada gunanya.
Masalahnya, berbagai sektor rakyat ini, seperti di gerakan buruh,
gerakan tani, gerakan rakyat miskin kota, masih bergerak dengan isu
sektoralnya sehingga cenderung ekonomis. Kemudian partai politik yang di
parlemen ini juga sibuk dengan agenda-agenda politiknya yang sangat
sempit di parlemen. Kira-kira menurut PRD, tawaran platform seperti apa
yang bisa ditawarkan untuk mendorong adanya penyatuan atau semacam front
persatuan diantara semua kekuatan ini?
Saya kira begini, imperialisme yang berkuasa di negeri kita sekarang
ini sudah hampir menghancurkan semua sendi kehidupan rakyat kita. Semua
sektor rakyat mengalami persoalan di sektoralnya tidak lepas dari imbas
imperialisme ini. Ambil contoh di sektor tani, misalnya, desakan modal
asing itu menyebabkan penjarahan lahan-lahan rakyat untuk kepentingan
pertambangan, perkebunan, dan lain-lain. Dan itu legal. Karena UU Nomor
25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing sudah memberikan ruang tanpa
batas bagi modal asing untuk menjarah tanah air kita. Makanya terjadi
dimana-mana konflik agrarian; mulai dari Sumatera hingga hingga Nusa
Tenggara Timur sana terjadi konflik agraria. Konflik agraria ini
melibatkan kaum tani petani melawan modal asing yang didukung oleh
aparatus Negara. Bahkan, aparatus negara tega melakukan tindakan
kekerasan untuk mengintimidasi, mengusir petani-petani kita dari
tanah-airnya sendiri, yang notabene sumber kehidupan mereka.
Di perburuhan pun demikian. Imperialisme ini, yang berkepentingan
terhadap tenaga kerja murah, mendorong praktek outsourcing dan sistem
kerja kontrak. Buruh kita diupah sangat rendah. Ini ada kaitannya dengan
imperialisme.
Sektor yang lain seperti kaum miskin perkotaan pun sedang menghadapi
masalah yang sama: bagaimana kemudian mereka tidak memiliki tempat
tinggal yang layak, tidak ada lapangan pekerjaan, pendidikan
dikomersialkan, kesehatan dialihkan dari tanggung jawab Negara menjadi
model asuransi.
Untuk itu, semua sektor rakyat yang disengsarakan oleh imperialisme
ini memang harus memajukan tuntutannya; tidak hanya berhenti pada
tuntutan ekonomis, tetapi harus menohok langsung ke akar persoalan,
yakni imperialisme. Jadi, platform perjuangan untuk menyatukan semua
sektor ini adalah anti-imperialisme.
Dan partai politik pun, kalau memang mereka berjuang dengan jujur,
berjuang dengan serius ingin menyelesaikan persoalan rakyat, mereka
tidak bisa menempatkan diri menjadi satu kekuatan elitis yang memisahkan
diri dari persoalan rakyat.
Maka sekarang ini dibutuhkan satu konsentrasi kekuatan nasional,
persatuan nasional, antara kekuatan-kekuatan masyarakat yang menghadapi
persoalan imperialisme ini dengan kekuatan-kekuatan partai politik.
Mereka harus masuk dalam persatuan nasional guna mengkonsentrasikan
kekuatan melawan imperialisme.
Dengan demikian, nantinya terjadi semacam polarisasi kekuatan antara
kekuatan-kekuatan komprador pendukung imperialisme berhadapan dengan
kekuatan-kekuatan nasional yang menghendaki kemerdekaan dan kemandirian
nasional. Itu semestinya terjadi dalam pemilu 2014 mendatang. Disitulah
kemudian pemilu akan menemukan basis materialnya, sebagai arena
pertarungan yang sangat hebat, yang akan membuka jalan bagi penyelesaian
persoalan bangsa.
Kita harus belajar dari negara-negara lain bagaimana mereka berhasil
membangun bangsanya, bagaimana mereka bisa membangun ekonomi nasionalnya
dan membangun kemandiriannya. Bagaimana Indonesia yang lebih duluan
merdeka, yakni 1945, tetapi karena salah arah dalam proses perjuangan di
dalam membangun bangsa dan negaranya, sekarang ketinggalan jauh dengan
Tiongkok yang baru merdeka tahun 1949.
Dan hal paling penting juga di sini adalah mengembalikan kepercayaan
diri kita sebagai sebuah bangsa. Kita harus menyadari bahwa sebagai
sebuah bangsa kita mampu berdiri. Jadi tidak ada alasan untuk menjadi
inlander.
Saat ini PRD mengkampanyekan program politik: laksanakan pasal 33 UUD
1945. Esensi dari program ini adalah mengajak seluruh rakyat dan
berbagai kekuatan politik yang ada untuk merebut kembali kekayaan alam
kita yang dicaplok oleh imperialisme.
Tadi terbersit dari Bung bahwa patokan untuk penyelesaian
persoalan bangsa ini adalah kembali ke cita-cita proklamasi 17 Agustus
1945. Mungkin, yang masih saya perlukan adalah elaborasi yang lebih
lanjut seperti apa sebetulnya pemaknaan kembali ke cita-cita proklamasi
itu sendiri?
Titik tolak negara kesatuan RI berdiri itu adalah proklamasi 17
Agustus 1945. Arah dan tujuan Indonesia merdeka itu sudah tercantum
dalam Pembukaan (Preambule) UUD 1945. Maka, tadi saya katakan bahwa
Proklamasi dengan Pembukaan (Preambule) UUD 1945 adalah satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan. Proklamasi saja, misalnya, tanpa arah
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, berarti bangsa Indonesia
tidak punya tujuan. Punya tujuan pun, kalau tidak ada proklamasi
Kemerdekaan, itu berarti belum merdeka, tidak bisa mewujudkan cita-cita
atau tujuan berbangsa tersebut.
Para pendiri bangsa kita sudah menetapkan cita-cita nasional sangat
tegas dan jelas, yakni masyarakat adil dan makmur. Dan, syarat untuk
membangun satu cita-cita nasional itu adalah kemerdekaan berdasarkan
prinsip: berdaulat di bidang politik, berdikari di lapangan ekonomi, dan
berkepribadian secara budaya.
Dan filosofi yang melandasi dari tujuan itu adalah Pancasila. Tentu
saja Pancasila yang digali oleh Bung Karno. Nah, saya sering mengatakan,
bangsa Indonesia tidak akan memahami Pancasila kalau tidak memahami
ajaran Bung Karno. Bung Karno sudah sangat tegas mengatakan apa itu
Pancasila? Pancasila menurut Bung Karno adalah perasan dari tiga
ajarannya, yaitu: pertama, Sosio Nasionalisme: nasionalisme yang memihak
pada rakyat. Nasionalisme yang punya komitmen pada keadilan sosial.
Bukan nasionalisme chauvisnis seperti di Eropa, yang berwatak ekspansi
dan menindas Negara lain untuk kepentingan modal.
Kedua Sosio demokrasi:
demokrasi yang menggabungkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
Sebab, demokrasi politik saja—tanpa demokrasi ekonomi—hanya akan menjadi
alat pemodal untuk menindas rakyat banyak. Demokrasi yang dikehendaki
pendiri bangsa adalah demokrasi yang mengabdi kepada kepentingan rakyat.
Ketiga, Percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Sebab, sejak dulu masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang berketuhanan dengan beragam agama dan
aliran kepercayaan. Nah, kalau ini mau diperas lagi, maka disebut Eka
Sila: Gotong-Royong. Kegotong-royongan adalah anti-tesis dari
indiviudalisme, liberalisme, dan kapitalisme. Itulah intisasi yang
diwariskan oleh para pendiri bangsa kita. []
Agus Jabo Priyono: Tanpa Persatuan Nasional Menyelesaikan Persoalan Bangsa, Pemilu 2014 Tidak Akan Menghasilkan Perubahan
under:
Politik
Search
Pengunjung
Kategori
- Berdikari (14)
- Internasional (4)
- Kabar Juang (3)
- Kabar Rakyat (4)
- Organisasi (1)
- Politik (8)
- sastra (1)
- Soekarnoisme (6)
- Statement (5)
- Tokoh (4)
Jaringan
Mengenai Saya
- Randy Syahrizal
- mempunyai minat menulis sejak kuliah di Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra USU tahun 2003. Pernah menulis di beberapa media lokal (Sumatera Utara) dan Media Online Nasional. Blog pribadi saya : http://ceritadarimedan.blogspot.com
0 Comments Received
Leave A Reply